Wednesday, July 29, 2009

Antara Jiwa & Tubuh Jangan Diperadukan

Dalam ajaran agama Yahudi, menyebut nama Tuhan sangat dilarang keras. Sehingga kalaupun harus menyebutkan nama-Nya, maka itupun harus disingkat menjadi 'YHWH' ( baca = Adonai ) bukan 'Yehowah/Yehovah'. Bahkan untuk menyebut Tuhan adalah Hyang Esa yaitu Satu, itupun dengan perkataan "Adonai Elohenu Adonai Ekhad" & bukan bacaan panjangnya 'YHWH'.

Sejak awal Kekristenan di tahun 33 Masehi ( yang hingga kini disebut Kristen Orthodox ), sebelum bersembahyang kita membersihkan diri terlebih dahulu dengan air bersih dengan mengucap doa-doa sebelum mengadap-Nya, yang wanita mengenakan kerudung & yang laki berpakaian sesederhana mungkin. Tidak diperkenankan menyebut nama orang-orang Suci dengan sembarangan, apalagi Sang Theotokos & terlebih lagi Sang Tritunggal Allah kita.

Di dalam agama Islam, seseorang yang akan Sholat terlebih dahulu mengambil Air Wudhu untuk membersihkan diri dengan melafalkan doa-doa, kemudian menutupi aurat dirinya. Sang Nabinya tak diperbolehkan terlihat wajahnya sebagai orang Suci, terlebih Allah SWT jangan sembarangan.

Tahukah anda mengapa demikian ?

Karena mereka-mereka itu sangat menghargai sikap tindak tanduk, mereka tidak mau bermain-main dengan menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. Bagi mereka, sekali nama-Nya terucap maka hutang ditagih ... "Sudahkah engkau menjalankan Firman/Wahyu-Ku wahai Umat-Ku ???" ... Mereka pun sangat menghargai para orang Suci ... Dengan demikian penghargaan terhadap hubungan manusia terjalin lebih harmonis karena apa yang diyakini, dilakukannya. Apa yang menjadi jiwanya, ditunjukkan oleh raganya. Karena mereka menghargai Tuhan, maka merekapun menghargai sesama manusia.

Kulihat seorang Muslim yang Sholat dengan khusyuk, begitu merdunya lafalan doanya hingga aku merinding. Lalu kuhampiri beliau & kita berbincang-bincang, hingga diakhiri senda gurau.
Kulihat juga seorang Kristen yang berdoa begitu penuh penghayatan, merdu nada suaranya. Kuhampiri juga, kita bercakap-cakap & diakhiri senyum tawa.

Aku tak melihat adanya perbedaan di diri mereka kecuali pakaian luarnya.

Sama-sama yakin bahwa :

1. Tubuh dan Jiwa itu adalah Satu Kesatuan & bukan untuk diperadukan.
Karena Tuhan menciptakan manusia terdiri dari Tubuh & Jiwa. Dan oleh karenanya, kesucian jiwa harus juga menjadikan raga kita bersih. Kita tak bisa mengatakan jiwa kita bersih, bila raga kita masih berendam di dalam lumpur. Bagaimanakah mungkin semisalkan seseorang yang sedang berada di dalam lumpur menyatakan : "Ah, yang penting kan serasa bersih ?". Jangan-jangan pernyataan itu sesungguhnya hanya sekedar hiburan diri belaka & bukan yang sesungguhnya.
Dengan demikian : Jiwa & Tubuh harus satu tindakan & tak saling berlawanan.

2. Kita dijanjikan 'Keselamatan' & itu bukan berarti tanpa usaha.
Bila aku mengatakan : "Percaya", maka berarti baik jiwa maupun tubuh sepakat & tidak bertentangan. Bila aku mengatakan : "Aku Pasti Selamat" ? Untuk saudara-saudara Kristen, itu berarti sama dengan mengatakan : Tidak melanggar satupun kesepuluh perintah Tuhan atau kedua hukum Kasih, meski dalam hati. Karena ingatlah : "Melanggar satu bersalah atas keseluruhan, mulai dari hati", keinginan mencuri di dalam hati dianggap telah bersalah dihadapan-Nya bukan ? .... Dengan demikian saya tidak memiliki kuasa apapun untuk menghakimi siapapun, bahkan seorang penjahat yang dapat kulihat dengan mata fisik pun bisa diselamatkan oleh-Nya, sementara seorang manusia yang kulihat baik belum tentu lho.
Teringat saya tiap berbincang-bincang dengan seorang Pastur Orthodox Kepatriakhatan Anthiokia yang di Lebanon dan melayani orang-orang Arab, ia kerap berkata : "Aku masih manusia berdosa", padahal ia adalah seorang Pastur yang sudah Senior alias Sepuh.
Dengan demikian : Iman tanpa Perbuatan adalah sia-sia belaka.

3. Tradisi sebagai Pegangan.
Di Kekristenan Orthodox, ikon-ikon & simbol-simbol tidak saja bermakna fisikal, namun juga spiritual. Semisalkan 2 Kipas di belakang altar adalah untuk selalu teringat betapa kaum Kristiani saat itu harus berkumpul di dalam gua untuk berdoa bersama & kipas-kipas itu untuk mengusir bau busuk serta lalat-lalat. Dengan selalu mengenang itu, maka kita akan selalu tersadar akan perjuangan menuju kesempurnaan Tuhan.
Pun demikian di saudara-saudara kita Muslim. Hajj misalkan, adalah tidak sekedar simbol bagi kaum Muslim ( fisik ). Namun juga sebagai bentuk perjalanan hidup spiritual kita menuju Gusti Allah. Keseragaman pakaian antara lelaki maupun wanita adalah tanda sebagai kesamaan di hadapan-Nya & tidak sekedar simbolis belaka. Berjalan memutari Kabbah di Mekkah berarti itulah perjalanan hidup kita sebagai manusia yang akhirnya kembali ke Allah SWT. Mengapa Hajj sebagai Rukun ke-5 ? Karena dianggap telah memasuki Makrifatullah & oleh karenanya selalu diingatkan : "Bila saatnya engkau siap!".
Dengan demikian : Tradisi adalah pegangan arah jiwa kita untuk membawa tubuh ini & bukan bermaksud untuk disembah selain Tuhan Allah itu sendiri.

Bila kita kehilangan hal-hal ini, sebaliknya selalu mempertentangkan antara tubuh & jiwa maka tentulah kita akan selalu berada di persimpangan jalan, karena antara jiwa & tubuh akan selalu berbeda.


Duh Gusti, Ampun beribu-ribu ampun atas diriku ini.

Bimbinglah kami semua menuju diri-Mu.

AMIN

dari Ronas "Facebook"

No comments:

Post a Comment